Seperti yang tertera di
judulnya, terdapat kata couple (lautan
aja copule, masa kamu enggak??) antara lautan dan atmosfer. Meteorologi
dan Oseanografi adalah 2 hal yang tidak bisa dipisahkan. Sisitem kopel antara 2
bidang ini akan mempengaruhi variabilitas iklim. Contohnya angin moonson, IOD
(Indian Ocean Dipole), ENSO (El-Nino and Southern Oscillation), MJO (Maden
Julian Oscillation), PDO (Pacific Decal Oscilation) dan lain-lain yang
merupakan fenomena kopel interaksi samudera dengan atmosfer. Pada pembahasan
selanjutnya hanya akan dibahas ENSO dan IOD
Khusus untuk ENSO
menjadi perhatian penting, mengingat kejadian ini pernah melanda Indonesia pada
tahun 1998-1999 yang menyebabkan kekeringan hebat di Indonesia, kebakaran hutan
banyak terjadi dimana-mana. ENSO (El-Nino and Southern Oscillation), El-Nino merupkan
anomali positif suhu permukaan laut di samudera pasifik bagian tengah dan timur
(yang menjadi indikator yaitu suhu muka laut di nino 3.4), sementara Southern
Oscillation (Osilasi Selatan) yaitu perbedaan tekanan udara antara Tahiti dan
Darwin. Osilasi Selatan dinyatakan oleh Southern Oscillation Index (SOI). Sementara
Indian Ocean Dipole (IOD) adalah perbedaan tekanan udara antara samude hindia
bagian barat (dekat afrika) terhadap tekanan udara di samudera hindia bagian
timur (sebelah barat Sumatera). Pada prinsipnya, ENSO dan IOD adalah sama, tapi
lokasi terjadinya yang berbeda.
Gambar 1. Daerah Monitorng El-Nino
(Sumber gambar: Zadrach L. Dupe)
Pada
kondisi El-Nino dan IOD +, di suhu permukaan laut (spl) di samudera pasifik
bagian timur (dekat Peru) lebih tinggi dibandingkan samudera pasifik bagian
barat (dekat Indonesia). sementara pada kondisi IOD +, spl di samudera hindia
bagian barat (dekat afrika) lebih besar dibanding spl samudera Hindia bagian timur (dekat
Indonesia). akibatnya wilayah samudera pasifik bagian timur dan hindia bagian
barat menjadi pusat tekanan rendah. angin berhembus dari Indonesia ke pasifik
timur dan hindia bagian barat membawa massa air hangat. akibatnya massa air
hangat terkonsentrasi di wilayah ini. karena hangat, maka penguapan akan lebih
efektif di 2 wilayah ini, selain itu pola angin di 2 wilayah itu adalah
konvergensi sehingga terbentuk awan Kumulonimbus (Cb). Hujan akan
terkonsentrasi di 2 wilayah ini. Akibatnya di Indonesia akan terjadi kekeringan
Hebat akibat uap air yang terkonsentrasi di 2 wilayah tadi, selain itu pola
angin di atas Indonesia berpola divergensi yang melerai pembentukan awan
Kumulonimbos (Cb) yang merupakan awan hujan. pada periode ini Indonesia akan
mengalami kekeringan, merupakan bencana bagi petani.
Berita
baiknya. penumpukan massa air di samudera pasifik bagian timur dan samudera
hindia bagian barat menyebabkan kekosongan massa air di permukaan Indonesia.
Untuk mengisi kekosongan ini, massa air dari bawah akan naik ke permukaan,
peristiwa ini disebut upwelling. Massa air dibawah yang naik membawa banyak
nutrien (karena nutrien yang paling banyak itu di bagian bawah karena ada
lapisan termoklin yang densitasnya berbeda, membentuk suatu lapisan pembatas,
sehingga nutrien tidak bisa keluar (singkatnya, termoklin ini sebagai perangkap
nutrien)). Nutrien ini menjadi daya tarik plankton, karena nutrien digunakan
plankton (fitoplankton) untuk berfotosintesis. plankton adalah makanan ikan,
akibatnya pada daerah Upwelling banyak terdapat ikan. pada kondisi ini, nelayan
akan berjaya, karena hasil tangkapan akan lebih besar dari biasanya.
Gambar 2. Pola angin,
arus, suhu permukaan laut, tinggi muka laut ketika terjadi elnino dan iod +
(Sumber gambar:
Kunarso)
Pada kondisi
sebaliknya, saat terjadi La Nina dan IOD negatif (-) suhu di nino 3.4 dan temperatur muka laut di samudera hindia
bagian barat akan lebih rendah dibandingkan spl di Indonesia. Indonesia menjadi
pusat tekanan rendah. Sirkulasi walker akan bergeser ke Indonesia. Angin membawa
massa air panas ke Indonesia. Akibatnya uap air akan terkonsentrasi di
Indonesia. Selain itu, udara diatas Indonesia akan mengalami konvergensi,
memicu terbentuknya awan kumulonimbus (Cb, awan hujan). Petani di Indonesia
akan makmur, karena pasokam air untuk tanaman banyak. Sementara itu, penumpukan
massa air di Indonesia menyebabkan rendahnya muka air di samudera hindia bagian
barat dan samudera pasifik bagian timur. Di dua daerah ini akan terjadi
upwelling, sementara di Indonesia akan terjadi downwelling mengimbangi
upwelling yang terjadi di 2 daerah tadi. Akibatnya di samudera hindia dekat
afrika dan samudera pasifik dekat amerika selatan akan banyak ikan (penjelasan
upwelling seperti yang dijelaskan diatas). Nelayan Indonesia akan kekurangan
hasil tangkapan karena tidak adanya kenaikan nutrien.
Gambar 3. Pola angin, tinggi muka
laut, saat terjadi La-Nina dan IOD negatif (-).
Berikut
adalah gambar grafik yang memperlihatkan hubungan ENSO dan IOD dengan
Upwelling:
Gambar 4. Hubungan ENSO dan IOD
dengan Upwelling di Selatan Jawa
(sumber:Kunarso)
Pada grafik diatas,
ekman pumping merupakan kecepatan naiknya air yang diukur dalam satuan Sverdrup
(sv). Pada tahun 1997-1998, terlihat bahwa di Nino 3.4 dan DMI (Dipole Mode
Indeks) menunjukkan nilai-nilai yang sama-sama positif (artinya pada saat ini
adalah kondisi el-nino dan iod positif), terlihat bahwa ekman pumping juga
menunjukkan nilai yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat el-nino dan
IOD +, upwelling yang terjadi di selatan Jawa Intensitasnya kuat.
gambar5. Luasan upwelling pada berbagai kondisi
(sumber gambar: Kunarso)
pada gambar diatas terlihat bahwa meskipun pada kondisi la-nina dan IOD+, luasan upwelling paling besar. meskipun pada kondisi la-nina, luasannya tetap besar, secara teori seharusnya lebih kecil. ini membuktikan bahwa untuk selatan Jawa, IOD jauh lebih berpengaruh dibandingkan ENSO. Hal ini karena selatan Jawa letaknya lebih dekat ke Samudera Hindia dibandingkan Samudera Pasifi
ENSO sendiri tidak hanya bedampak untuk indonesia, tetapi
berdampak untuk iklim dunia. berikut adalah gambar bagaimana dampak ENSO
terhadap iklim dunia.
Peran Oseanografer
disini, kita bisa menjadi penyedia data prediksi kapan tahun-tahun el-nino,iod
positif, iod negatif, dan la nina terjadi. Selama ini, yang menjadi penyedia
dan peramal dan mempelajari fenomena ini kebanyakan adalah orang meteorologi.
Peristiwa ini terjadi di laut, seharusnya orang oseanografi lebih paham
mengenai hal ini dibandingkan orang meteorologi. Hal ini mungkin karena pada
kurikulum osenaografi, pelajaran meteorologi sangat minim, hanya 3 sks,
sedangkan orang meteorologi sks untuk oseanografinya mungkin banyak, sehingga
orang meteorologi bisa paham oseanografi, tetapi orang oseanografi tidak paham
meteorologi. Padahal sebagaimana yang kita tahu bahwa meteorologi dan
oseanografi tidak bisa terpisahkan, seharusnya meteorologi di oseanografi
mendapat porsi yang banyak.
Selain itu, oseanografer
juga bisa menjadi penyedia data tangkapan ikan. Sebagaimana yang diketahui,
bahwa pada saat terjadi el-nino dan IOD +, di Indonesia terjadi upwelling, fenomena upwelling membawa nutrien dari lapisan lebih dalam ke permukaan.
Dengan ilmu penginderaan jauh seperti pengolahan citra modis, anak oseanografi
bisa menentukan daerah fishing ground.
Sehingga ketika terjadi el nino masyarakat bisa tahu daerah mana yang potensial
banyak ikan, sedangkan pada fenomena la nina, masyarakat bisa mempersiapkan diri
dengan melaut dan menangkap ikan banyak-banyak sebelum terjadinya periode la
nina, karena pada periode ini hasil tangkapan ikan lebih kecil dari biasanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar