Minggu, 06 Juli 2014

ENSO (EL-Nino and Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) sebagai sistem “Couple” Lautan-Atmosfer, yang mempengaruhi Cuaca dan Iklim Indonesia, serta fenomena Upwelling di Indonesia.



Seperti yang tertera di judulnya, terdapat kata couple (lautan aja copule, masa kamu enggak??) antara lautan dan atmosfer. Meteorologi dan Oseanografi adalah 2 hal yang tidak bisa dipisahkan. Sisitem kopel antara 2 bidang ini akan mempengaruhi variabilitas iklim. Contohnya angin moonson, IOD (Indian Ocean Dipole), ENSO (El-Nino and Southern Oscillation), MJO (Maden Julian Oscillation), PDO (Pacific Decal Oscilation) dan lain-lain yang merupakan fenomena kopel interaksi samudera dengan atmosfer. Pada pembahasan selanjutnya hanya akan dibahas ENSO dan IOD
Khusus untuk ENSO menjadi perhatian penting, mengingat kejadian ini pernah melanda Indonesia pada tahun 1998-1999 yang menyebabkan kekeringan hebat di Indonesia, kebakaran hutan banyak terjadi dimana-mana. ENSO (El-Nino and Southern Oscillation), El-Nino merupkan anomali positif suhu permukaan laut di samudera pasifik bagian tengah dan timur (yang menjadi indikator yaitu suhu muka laut di nino 3.4), sementara Southern Oscillation (Osilasi Selatan) yaitu perbedaan tekanan udara antara Tahiti dan Darwin. Osilasi Selatan dinyatakan oleh Southern Oscillation Index (SOI). Sementara Indian Ocean Dipole (IOD) adalah perbedaan tekanan udara antara samude hindia bagian barat (dekat afrika) terhadap tekanan udara di samudera hindia bagian timur (sebelah barat Sumatera). Pada prinsipnya, ENSO dan IOD adalah sama, tapi lokasi terjadinya yang berbeda.

Gambar 1. Daerah Monitorng El-Nino
(Sumber gambar: Zadrach L. Dupe)
Pada kondisi El-Nino dan IOD +, di suhu permukaan laut (spl) di samudera pasifik bagian timur (dekat Peru) lebih tinggi dibandingkan samudera pasifik bagian barat (dekat Indonesia). sementara pada kondisi IOD +, spl di samudera hindia bagian barat (dekat afrika) lebih besar dibanding spl samudera Hindia bagian timur (dekat Indonesia). akibatnya wilayah samudera pasifik bagian timur dan hindia bagian barat menjadi pusat tekanan rendah. angin berhembus dari Indonesia ke pasifik timur dan hindia bagian barat membawa massa air hangat. akibatnya massa air hangat terkonsentrasi di wilayah ini. karena hangat, maka penguapan akan lebih efektif di 2 wilayah ini, selain itu pola angin di 2 wilayah itu adalah konvergensi sehingga terbentuk awan Kumulonimbus (Cb). Hujan akan terkonsentrasi di 2 wilayah ini. Akibatnya di Indonesia akan terjadi kekeringan Hebat akibat uap air yang terkonsentrasi di 2 wilayah tadi, selain itu pola angin di atas Indonesia berpola divergensi yang melerai pembentukan awan Kumulonimbos (Cb) yang merupakan awan hujan. pada periode ini Indonesia akan mengalami kekeringan, merupakan bencana bagi petani.
Berita baiknya. penumpukan massa air di samudera pasifik bagian timur dan samudera hindia bagian barat menyebabkan kekosongan massa air di permukaan Indonesia. Untuk mengisi kekosongan ini, massa air dari bawah akan naik ke permukaan, peristiwa ini disebut upwelling. Massa air dibawah yang naik membawa banyak nutrien (karena nutrien yang paling banyak itu di bagian bawah karena ada lapisan termoklin yang densitasnya berbeda, membentuk suatu lapisan pembatas, sehingga nutrien tidak bisa keluar (singkatnya, termoklin ini sebagai perangkap nutrien)). Nutrien ini menjadi daya tarik plankton, karena nutrien digunakan plankton (fitoplankton) untuk berfotosintesis. plankton adalah makanan ikan, akibatnya pada daerah Upwelling banyak terdapat ikan. pada kondisi ini, nelayan akan berjaya, karena hasil tangkapan akan lebih besar dari biasanya.


Gambar 2. Pola angin, arus, suhu permukaan laut, tinggi muka laut ketika terjadi elnino dan iod +
(Sumber gambar: Kunarso)
Pada kondisi sebaliknya, saat terjadi La Nina dan IOD negatif (-) suhu di nino 3.4 dan  temperatur muka laut di samudera hindia bagian barat akan lebih rendah dibandingkan spl di Indonesia. Indonesia menjadi pusat tekanan rendah. Sirkulasi walker akan bergeser ke Indonesia. Angin membawa massa air panas ke Indonesia. Akibatnya uap air akan terkonsentrasi di Indonesia. Selain itu, udara diatas Indonesia akan mengalami konvergensi, memicu terbentuknya awan kumulonimbus (Cb, awan hujan). Petani di Indonesia akan makmur, karena pasokam air untuk tanaman banyak. Sementara itu, penumpukan massa air di Indonesia menyebabkan rendahnya muka air di samudera hindia bagian barat dan samudera pasifik bagian timur. Di dua daerah ini akan terjadi upwelling, sementara di Indonesia akan terjadi downwelling mengimbangi upwelling yang terjadi di 2 daerah tadi. Akibatnya di samudera hindia dekat afrika dan samudera pasifik dekat amerika selatan akan banyak ikan (penjelasan upwelling seperti yang dijelaskan diatas). Nelayan Indonesia akan kekurangan hasil tangkapan karena tidak adanya kenaikan nutrien.

Gambar 3. Pola angin, tinggi muka laut, saat terjadi La-Nina dan IOD negatif (-).
            Berikut adalah gambar grafik yang memperlihatkan hubungan ENSO dan IOD dengan Upwelling:


Gambar 4. Hubungan ENSO dan IOD dengan Upwelling di Selatan Jawa
(sumber:Kunarso)
Pada grafik diatas, ekman pumping merupakan kecepatan naiknya air yang diukur dalam satuan Sverdrup (sv). Pada tahun 1997-1998, terlihat bahwa di Nino 3.4 dan DMI (Dipole Mode Indeks) menunjukkan nilai-nilai yang sama-sama positif (artinya pada saat ini adalah kondisi el-nino dan iod positif), terlihat bahwa ekman pumping juga menunjukkan nilai yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat el-nino dan IOD +, upwelling yang terjadi di selatan Jawa Intensitasnya kuat.
 
gambar5. Luasan upwelling pada berbagai kondisi
(sumber gambar: Kunarso)
pada gambar diatas terlihat bahwa meskipun pada kondisi la-nina dan IOD+, luasan upwelling paling besar. meskipun pada kondisi la-nina, luasannya tetap besar, secara teori seharusnya lebih kecil. ini membuktikan bahwa untuk selatan Jawa, IOD jauh lebih berpengaruh dibandingkan ENSO. Hal ini karena selatan Jawa letaknya lebih dekat ke Samudera Hindia dibandingkan Samudera Pasifi
   ENSO sendiri tidak hanya bedampak untuk indonesia, tetapi berdampak untuk iklim dunia. berikut adalah gambar bagaimana dampak ENSO terhadap iklim dunia.


Peran Oseanografer disini, kita bisa menjadi penyedia data prediksi kapan tahun-tahun el-nino,iod positif, iod negatif, dan la nina terjadi. Selama ini, yang menjadi penyedia dan peramal dan mempelajari fenomena ini kebanyakan adalah orang meteorologi. Peristiwa ini terjadi di laut, seharusnya orang oseanografi lebih paham mengenai hal ini dibandingkan orang meteorologi. Hal ini mungkin karena pada kurikulum osenaografi, pelajaran meteorologi sangat minim, hanya 3 sks, sedangkan orang meteorologi sks untuk oseanografinya mungkin banyak, sehingga orang meteorologi bisa paham oseanografi, tetapi orang oseanografi tidak paham meteorologi. Padahal sebagaimana yang kita tahu bahwa meteorologi dan oseanografi tidak bisa terpisahkan, seharusnya meteorologi di oseanografi mendapat porsi yang banyak.
Selain itu, oseanografer juga bisa menjadi penyedia data tangkapan ikan. Sebagaimana yang diketahui, bahwa pada saat terjadi el-nino dan IOD +, di Indonesia terjadi upwelling, fenomena upwelling membawa nutrien dari lapisan lebih dalam ke permukaan. Dengan ilmu penginderaan jauh seperti pengolahan citra modis, anak oseanografi bisa menentukan daerah fishing ground. Sehingga ketika terjadi el nino masyarakat bisa tahu daerah mana yang potensial banyak ikan, sedangkan pada fenomena la nina, masyarakat bisa mempersiapkan diri dengan melaut dan menangkap ikan banyak-banyak sebelum terjadinya periode la nina, karena pada periode ini hasil tangkapan ikan lebih kecil dari biasanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar