I. Introduction
Pengetahuan
mengenai kondisi pasang surut di Indonesia sangat penting artinya bagi Indonesia
yang memiliki garis pantai sepanjang 80 ribu km, untuk berbagai kegiatan yang
berkaitan dengan laut atau pantai seperti pelayaran antar pulau, pencemaran
laut, pengelolaan sumberdaya hayati perairan atau pertahanan nasional
(Ongkosono dan Suyarso, 1989).
Pengetahuan
mengenai kondisi pasang surut di Indonesia sangat penting bagi pengukuran,
analisis dan pengkajian data muka air laut untuk berbagai kegiatan yang
berkaitan dengan laut atau pantai seperti pelayaran antar pulau, pencemaran
laut, pengelolaan sumberdaya hayati perairan atau pertahanan nasional. Selain
itu pengetahuan pasut juga akan mempengaruhi cara hidup, cara kerja dan bahkan
budaya masyarakat yang hidup di wilayag tersebut (Yuwono, 1994). Selanjutnya
dijelaskan bahwa pengetahuan pasut secara global juga dapat memberikan
informasi yang bermacam-macam, vaik untuk kepentingan ilmiah ataupun
pemanfaatan secara luas. Pengetahuan tersebut dapat berupa nilai duduk tengah,
tunggang air, tipe pasut dan peramalan pasut lainnya. Dat ini juga diperlukan untuk
mengetahui perubhan muka air laut bagi kepentinga pelayaran (Atmodjo, Warsito).
Luas perairan
Indonesia agak terbatas untuk dapat bereaksi secara maksimal terhadap gaya
penggerak pasut, sehingga pasut di perairan Indonesia merupakan cerminan
reaksinya terhadap sistem pasut dari Lautan Pasifik dan Lautan Hindia. Diduga
di samping keadaan tersebut, pengaruh resonansi lokal yang terbentuk pada
perairan setengah terutup sebagaiana Indonesia, juga mempunyai peranaan penting
dalam perambatan pasut di Indonesia. Oleh karena itu ada baiknya untuk membahas
secara singkat sistem pasut di kedua lautan tersebut agar diperoleh pengertian
yan lebih baik tentang sifat pasut di Indonesia (Ongkosono dan Suyarso, 1989).
II. Pengertian Peramalan Pasang Surut
Data tinggi muka air
laut pada rentang waktu tertentu diperlukan untuk menentukan tinggi muka air
laut rata-rata yang digunakan sebagai referensi kedalaman atau tinggi suatu
titik. Selain itu data tersebut juga dapat digunakan untuk peramalan pasut, dan
mengetahui karakteristik pasut di suatu daerah.
Persamaan dasar yang sering dipergunakan
dalam peramalan pasang surut adalah:
III. Kegunaan Peramalan Pasang Surut
Pengetahuan tentang
waktu, ketinggian dan arus pasut sangat penting dalam aplikasi praktis yang
begitu luas seperti navigasi, dalam pekerjaan rekayasa kelautan (pelabuhan,
bangunan penahan gelombang, dok, jembatan laut, pemasangan pipa bawah laut, dan
lain-lain), dalam penentuan chart datum
bagi hidrografi dan untuk batas laut suatu negara, dalam keperluan militer,
serta lainnya, seperti penangkapan ikan dan olahraga bahari (Ongkosono dan
Suyarso, 1989).
Peramalan pasang surut juga bermanfaat untuk informasi kelautan seperti banjir rob untuk daerah di pesisir. Dengan mengetahui kapan pasang dan surut terjadi, masyarakat bisa mempersiapkan diri dengan segala kemungkinan. Dalam melakukan pembangunan bangunan pantai, pasang surut sangat dipertimbangkan. Pada pembangunan pelabuhan/dermaga, dermaga tersebut harus memiliki elevasi lebih tinggi dari HHWL (Highest High Water Level/Air Tinggi Tertinggi) agar ketika pasang tertinggi terjadi, dermaga tersebut tidak terbenam. Pada bidang pelayaran, jalur pelayaran untuk kapal haruslah lebih rendah dari LLWL (Lowest Low Water Level/Air Rendah Terendah) agar ketika surut terendah, kapal masih bisa berlayar (dasar kapal tidak mengenai dasar perairan).
IV. Metode Peramalan Pasang Surut
4.1. Metode Admiralty
Pada metode
Admiralty data pasang surut yang ada yang digunakan untuk menghitung konstanta
harmonik Ck
dan Ï•k .
η(t) = Scos(ωo + kt + ϕk) (2.2)
Dimana
So=
tinggi muka air laut rerata
Ck = amplitudo
komponen ke k
Ñ„k = fase
komponen ke k, pada saat t=0
ωk =
frekuensi komponen ke k
t = waktu
nilai Ck dan Ñ„k tidak
dapat langsung ditentukan, tetapi harus dikoreksi terlebih dahulu dengan
koreksi nodal karena amplitudo dan fase tersebut merupakan amplitudo dan fase
sesaat dari masing-masing komponen (Wibawa, dkk).
Analisis harmonik
metode Admiralty telah lama digunakan dan dikenal luas, semenjak
dikembangkannya analisa harmonik oleh Doodson pada tahu 1921. Kelebihan utama
metode ini yaitu dapat menganalisis data pasut jangka waktu pendek (29 hari, 15
hari, 7 hari dan data 1 hari). Adapun perhitungan yang telah dikembangkan oleh
Doodson untuk jangka pendek diperlukan tabel-tabel untuk mempermudah
perhitungan, karena pada saat perhitungan dilakukan dengan perhitungan tangan.
Adapun kelemahan dari metode Admiralty ini adalah hanya digunakan untuk
pengolahan data-data berjangka waktu pendek dan hasil perhitungan yang relatif
sedikit hanya menghasilakn 9 komponen pasang surut utama. Perhitungan dengan
metode Admiralty saat ini dapat dilakukan dengan bantuan komputer dimana
masalah tabel yang semula terbatas untuk data sampai dengan tahun 2000 telah
dapat diatasi (Kusdwihariwan, 2001 dalam Rufaida, 2008).
Parameter dalam
perhitungan metode Admiralty yaitu:
1.
Parameter Tetap
Perhitungan
metode Admiralty dimulai dengan serangkaian proses perhitungan parameter tetap,
yaitu perhitungan proses harian, proses bulanan dan pehitungan matrix.
a. Perhitungan
Harian
Perhitungan proses harian dilakukan
untuk menyusun kombinasi dari tinggi muka laut perjam dari setiap hari
pengamatan, sehingga dari kombinasi ini akan dikelompokkan besarnya pasang
surut berdasarkan tipenya. Dimana n=1, n=2 dan n=4 yang masing-masing
mempresentasikan tipe pasut diurnal, semidiurnal dan kuarterdiurnal.
b. Proses
Bulanan
Perhitungan proses bulanan
bertujuan untuk mengelompokkan kedalam beberapa grup berdasarkan osilasi
periode per bulan.
c. Proses
Polinomial atau Matrik
Proses perhitungan matrik ini
dilakukan dengan menyususn kombinasi sedemikian rupa sehingga oemisahan tiap
komponen dapat diperbesar lagim dengan cara, menyususn kombinasi yang tepat
dari pengaruh tiap komponen kedua menjadi sangat kecil terhadap komponen
utamanya, sehingga secara numerik komponen sekundernya dapat diabaikan.
Perhitungan matriks ini telah dikembangkan oleh Doodson berdasarkan panjang
dara pengamatan
(Rufaidah,
2008).
2.
Parameter yang berubah Terhadap Waktu
Parameter
yang bergantung waktu dihitung berdasarkan waktu pengamatan dan besarnya tidak
dipengaruhi oleh data pasang surut seperti pada proses harian dan bulanan.
Parameter ini dihitung berdasarkan teori pengembangan pasut setimbang, dimana
dalam teori pengembangan pasut parameter tersebut merupakan fungsi dari
paraeter orbitak bukan dan matahari yaitu s, h, p, p’, dan N. Dimana parameter
orbital ini merepresentasikan posisi bulan dan matahari dalam bola langit yang
mempengaruhi keadaan paang surut dan setiap parameter orbital menghasilkan
komponen pasut yang berbeda-beda. Dalam prakteknya perhitungan pasang surut
hanya berbagai komponen terpenting sajja yang diperhitungkan, yaitu:
s = menyatakan longitude rata-rata dari bulan semu
h = menyatakan longitude rata-rata dari matahari semu
p = menyatakan longitude rata-rata dari titik perige
dari orbital bulan semu
p’ = meyatakan longitude rata-rata dari titik Ascending
Node (titik nodal)
(Rufaida,
2008)
4.2 Metode Least Square
Metode least square merupakan metode perhitungan pasang
surut dimana metode ini berusaha membuat garis yang mempunyai jumlah selisis
(jarak vertikal) antara data dengan regresi yang terkecil. Pada prinsipnya
metode least square meminimumkan persamaan elevasi pasut, sehingga diperoleh
persamaan simultan. Kemudian, persamaan simultan tersebut diselesaikan dengan
metode numerik sehingga diperoleh konstanta pasut. Analisa dari metode least
square faung adalah menentukan apa dan berapa jumlah parameter yang ingin
diketahui. Pada umumnya, jika data yang diperlukan untuk mengetahui tipe dan
datum pasang surut diperlukan 9 konstanta harmonis yang biasa digunakan. Cukup
aman untuk mengasumsikan bahwa konstanta yang sama mendominasi sifat pasang
surut pada lokasi yang baru sama seperti pada lokasi yang sebelumnya untuk
daerah geografis yang sama (Wibawa, dkk).
Secara umum persamaan numerik pasang
surut:
Dimana:
η(tn A) = elevasi pasang surut sebagai
fungsi waktu k dan Bk
k = jumlah konstituen yang harus
ditentukan = konstanta harmonik
ωk = Tk
t = periode komponen ke k
n = waktu pengamatan tiap jam
(Wibawa, dkk).
4.3
Metode
Fourier
Amplitudo
dan fasa konstanta harmonik dari analisa fourier dapat dituliskan sebagai
berikut:
dimana C k (x) dan k (x) adalah
amplitudo dan fasa konstanta harmonik, C-k dan –k.
Dasar dari analisa harmonik adalah hukum
Laplace, gelombang komponen pasut setimbang selama penjalarannya akan
mendapatkan respon dari laut yang dilewatinya sehingga amplitudonya akan
mengalami perubahan dan fasanya mengalami keterlambatan namun frekuensi
(kecepatan sudut) masing-masing komponen senantiasa tetap. Jadi variasi tinggi
muka air laut di suatu tempat dapat dinyatakan sebagai superposisi dari
berbagai gelombang komponen harmonik pasang surut (Wibawa, dkk).
Daftar Pustaka
Atmodjo, Warsito. 2000. Analisis Pasang Surut di Pantai Karti Jepara dengan Metode Kwadrat
Kecil. Laporan Penelitian. Jurusan Ilmu Kelautan. FPIK Universitas
Diponegoro.
Geofana, Arga, 2012. Pengamatan dan Analisis Data Pasang Surut dan Arus di Kawasan Pesisir
Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Tugas Akhir Program
Studi Teknik Geodesi dan Geomatika. Institut teknologi Bandung.
Ongkosono dan
Suyarso. 1989. Asean-Australia
Cooperativr Progams on Marine Science Project Tides and Tidal Phenomena: Pasang
Surut. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi
Rufaida, Nida H. 2008. Perbandingan
Metode Least Square (Program World Tides Dan Program Tifa) dengan Metode Admiralty
Dalam Analisis Pasang Surut. Tugas Akhir. Program Studi
Oseanografi. Institut Teknologi Bandung.
Wibawa, dkk. Studi
Naiknya Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Semarang