Sabtu, 29 Maret 2014

Pembentukan Batuan



“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tepat ditempatnya, padahal ia berjalan sebagimana jalannya awan.” (QS. An-Naml, 27:28)
“Dan telah kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi tidak goncang bersama mereka...” (QS. Al Anbiyaa’, 21:31)
Indonesia merupakan negara yang terletak di daereah pertemuan 3 lempeng. 3 lempeng yang menglilingi Indonesia yaitu lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Filipina. Ada 3 hal yang bisa terjadi ketika bertemunya 2 lempeng. Lempeng benua dan lempeng samudra apabila bertabrakan, akan membentuk zona subduksi dan terbentuknya gunung api. Lempeng benua bertabrakan dengan lempeng benua, akan membentuk pegunungan lipatan/patahan dikarenakan densitas 2 lempeng yang bertabrakan adalah sama. Selain bertabrakan, di batas lempeng juga terjadi pemekaran. Pemekaran lempeng samudera, akan menghasilkan igir (ridge) yang teknal adalah Mid Oceanic Ridge (MOR) di tengah samudera Atlantik. Jika di daratan, akan membentuk lembah seperti di Rift Valley di Afrika ataupun Laut Merah. Pergerakan lempeng ini disebabkan oleh adanya arus konveksi pada mantel bumi. Prinsip kerja arus konveksi ini adalah seperti ketika kita memanaskan air, pada air akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi inilah yang menggerakkan lempeng diatasnya. Ini sesuai dengan QS. An-Naml, 27:28.

Gambar 1. Pergerakan Lempeng yang diakibatkan arus konveksi di lapisan mantel     bumi
 Tumbukan lempeng Eurasia yang memiliki densitas lebih kecil dibandingkan lempeng Hindia-Australia yang memiliki densitas lebih besar mengakibatkan terjadinya penujaman, yaitu lempeng samudera akan masuk kedalam lempeng benua dikenal dengan istilah subduksi. Subduksi ini menyebabkan bagian lempeng samudera yang menujam ke dalam lempeng benua akan mengalami gesekan dan pemanasan, sehingga terbentuk magma. Magma ini akan naik ke permukaan dan akan membentuk apa yang kita lihat sebagai gunung api. Zona tumbukan lempeng Asia dan lempeng Australia ini menyebar dari barat Sumatera hingga selatan Jawa. Implikasi dari tumbukan ini adalah terbentuknya jajaran gunung api di sepanjang barat sumatera (yang dikenal sebagai bukit barisan) dan gunung api di sepanjang selatan jawa. Pulau sulawesi merupakan bentuk interaksi dari 3 lempeng. Adanya pertemuan lempeng pasific, lempeng filifina, lempeng Eurasia menyebabkan terbentuk barisan gunung api di pulau Sulawesi. Sehingga secara keseluruhan, Indonesia merupakan daerah Ring of Fire (Cincin Api).
Tumbukan lempeng tidak hanya menghasilkan barisan gunung api, namun menghasilkan apa yang akan menjadi topik paper ini, yaitu Batuan. Tumbukan lempeng akan menyebabkan pemanasan pada lempeng yang saling bertumbukan, sehingga akan meleleh dan menjadi magma. Magma ini akan naik ke permukaan bumi. Dalam perjalanannya, magma ini akan membeku baik di dalam atau dipermukaan bumi membentuk apa yang kita sebut sebagai Batuan Beku. Tentunya batuan beku akan banyak terbentuk pada daerah di gunung api.
Batuan beku yang terbentuk di Indonesia, khususnya bagian barat sumatera dan bagian selatan jawa adalah batuan beku intermediet. Ini dikarenakan magma yang terbentuk berasal dari campuran dari meltin-gnya lempeng Samudera yang bersifat basa, karena komposisinya adalah SiMg, dan bercampur dengan magma dari lempeng benua yang komposisinya adalah asam (SiAl). Selain itu, di Indonesia juga ditemukan batuan beku basa. Batuan beku basa biasanya berwarna gelap karena tersusun oleh mineral basa yang berwarna gelap seperti olivin, piroksen, hornblende, biotit. Di kepulauan Bangka Belitung, ditemukan batuan beku asam. Batuan beku asam biasanya berwarna cerah dikarenakan tersusun oleh mineral asam yang berwarna cerah seperti feldspar, ortoklas, muskovit, serta kuarsa. Batuan beku yang terbentuk, bisa ekstrusif ataupun intrusif. Batuan beku ekstrusif dicirikan oleh dominannya massa dasar dibandingkan kristal. Hal ini diakibatkan oleh magma yang mencapai permukaan akan segera membeku membentuk batuan beku sehingga tidak ada waktu untuk pengkristalan (kristalisasi). Contoh batuan nya adalah obsidian, basalt, andesit. Berbeda dengan batuan intrusif (plutonik), batuan ini memiliki waktu yang cukup lama untuk membeku, sehingga kristalisasi berjalan sempurna sehingga kristal yang terbentuk, ukurannya besar-besar. Contoh batuannya adalah gabro, granit, dan lain-lain. Kenampakan kristal pada batuan beku merupakan salah satu texture batuan beku. Gambar Berikut merupakan hubungan ukuran kristal, sifat asam dan basa nya suatu batuan.

Gambar 2. Contoh batuan menurut sifat asam atau basa dan ukuran kristalnya
Sesuai dengan definisinya, batuan adalah kumpulan dari mineral. Batuan beku tersusun oleh mineral primer. Mineral penyusun batuan beku terbentuk menurut reaksi bowen (Bowen Reaction Series). Batuan beku basa, tersusun oleh mineral yang berada di sebelah kiri dalam teaksi bowen, sedangkan mineral asam berada di sebalah kanan. Semakin turun, mineral semakin resisten karena suhu saat pembentukannya mendekati suhu permukaan bumi, sehingga lebih tahan terhadap pelapukan. Berikut adalah gambaran lengkap reaksi bowen.
 Gambar 3. Reaksi Bowen
          
Ada satu jenis batuan yang juga sering di temukan di Indonesia terutama di daerah gunung api aktif, namun batuan ini pengelompokkannya masih menjadi perdebatan. Batuan ini adalah batuan piroklastik. Bataun piroklastik adalah hasil dari erupsi gunung api. Bisa sebagai piroklastik fall seperti bom, abu vulkanik (yang baru-baru ini menjadi mimpi buruk bagi masyarakat Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, dengan meletusnya gunung Kelud), piroklastik surge (wedhus gembel). Batuan piroklastik Ada yang mengelompokkan menjadi batuan sedimen, karena telah mengalami transportasi, ada juga yang mengelompokkan sebagai batuan  beku karena terbentuknya melalui pembekuan magma. Tergantung dari sudut pandang mana dalam penglompokkannya.
Indonesia secara geografis tertelat di daerah khatulistiwa. Sinar matahari secara kontinyu menyinari Indonesia, menyebabkan Indonesia menjadi sabuk tekanan rendah termal, atau yang lebih dikenal sebagai ICTZ (Intertropical Convergence Zone). Indonesia menjadi tempat pertumbuhan awan-awan konvektif yang menyebabkan curah hujan di Indonesia cukup tinggi. Kombinasi antara Hujan dan Panas ini akan mempengaruhi fisik batuan. Saat panas, batuan akan merekah, kemudian ketika hujan turun dan memasuki pori antar batuan, batuan akan mengembang. Hal ini terus menerus berlanjut menyebabkan hilangnya mineral penyusun batuan, sehingga batuan akan lapuk. Batuan ini  akan lepas dan menjadi sedimen. Pelapukan seperti ini disebut pelapukan mekanik (fisik). Hujan juga mempunyai asam, asam ini akan melarutkan batuan. Pelapukan ini disebut sebagai pelapukan kimia. Pelapukan menyebabkan batuan yang sebelumnya terkonsolidasi menjadi material terlepas. Ketika ada tenaga eksternal seperti angin, arus, sedimen ini tertransportasi hingga ke cekungan pengendapan. Di cekungan pengendapan ini, sedimen akan mengalam diagenesa. Diagenesa diawali dengan kompaksi atau sedimen tertekan oleh sedimen diatasnya, selanjutnya adalah sementasi, yaitu perekatan material sedimen oleh semen (semen ini biasanya karbonat atau silikat). Ketika telah tersemen, proses selanjutnya adalah desiasi atau keluarnya fluida dari sedimen tersebut. Proses terakhir yaitu litifikasi atau pembantuan. Akhir dati proses ini adalah batuan sedimen. Batuan sedimen di Indonesia biasanya dominan di daerah yang tidak memiliki aktifitas tektonik, dan cenderung di dataran rendah, dikarenakan pada daerah dataran rendah akan terjadi pengendapan. Hampir 80% batuan di Indonesia yang ditemukan di permukaan bumi adalah batuan sedimen, dikarenakan efektifnya pelapukan yang ada di Indonesia.
Seperti yang dipaparkan sebelumnya, Indonesia memiliki curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang tinggi ini menyebabkan lapisan tanah menjadi jenuh (tidak mampu lagi menampung air). Air akan mengalir sebagai aliran permukaan. Sehingga di Indonesia banyak terdapat sungai. Sungai ini membawa material dari gunung, sehingga di sungai bisa kita temui sedimen dengan berbagai ukuran, mulai dari boulder di hulu sungai, hingga lempung atau lanau di muara sungai. Hal ini berkaitan dengan kapasitas sungai dalam membawa sedimen. Arus yang kuat hanya bisa membawa sedimen yang ukurannya besar, sehingga di hulu sungai akan ditemukan sedimen tipe Boulder, sedangkan di muara sungai yang arusnya rendah, hanya bisa membawa sedimen berukuran kecil seperti lanau atau lempung, dan ketika arusnya sudah sangat tenang, maka akan terjadi pengendapan di muara sungai. Sedimen di sungai bisa dijadikan sumber penghidupan juga seperti bahan galian golongan C (pasir, kerikil). Dikarenakan banyaknya sungai dan sedimen yang di bawa, di muara sungai biasanya terbentuk delta. Berikut adalah pengelompokan batuan sedimen berdasarkan ukuran butirnya.

Gambar 4. Pengelompokkan batuan sedimen berdasarkan ukuran butirnya.
Masih tentang batuan sedimen, karena letak Indonesia di tropis. Sinar matahari sangat cocok untuk pertumbuhan terumbu karang.  Terumbu karang merupakan cikal bakal batu gamping (karst). Batu gamping sendiri ada yang klastik ataupun nonklastik. Dalam perjalanan waktu, bumi mengalami berbagai peristiwa dan kejadian. Suatu daerah yang dulunya laut dangkal, bisa tersingkap ke daratan ketika mengalami pengangkatan. Hal inilah yang mendasari adanya batu gamping di suatu daerah yang merupakan daratan. Jika pada daerah tersebut ditemukan batu gamping, bisa diperkirakan bahwa dahulunya daerah tersebut adalah laut dangkal, karena terumbu karang asal dan hidupnya di laut dangkal. Di Indonesia daerah gamping bisa dijumpai di Gunung Kidul, Yogyakarta.
Batuan sedimen sangat vital peranannya dalam berbagai hal. Batuan sedimen yang berukan pasir, bisa sebagai jebakan hidrokarbon, kemudian sedimen  yang berukuran lempung adalah caprock(penutup) dari jebakan hidrokarbon karena sifatnya yang impermeabel. Sehingga di Indonesia memiliki cadangan minyak yang melimpah. Contohnya di Minas dan Duri, yang litologi batuannya terutama tesusun oleh batuan sedimen.
Batuan beku dan sedimen apabila mendapat tekanan dan atau suhu yang tinggi, akan berubah menjadi batuan metamorf. Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk oleh proses metamorfosa pada batuan yang telah ada sebelumnya sehingga mengalami perubahan komposisi mineral, struktur dan tekstur tanpa mengubah komposisi kimia dan tanpa melalui fase cair (TOIKI, 2011). Batuan metamorf bisa terbentuk di daerah subduksi, daerah patahan, ataupun daerah sedimentasi (burrial). Batuan metamorf dicirikan dengan permukaannya yang halus dibandingkan batuan beku dan sedimen.
Batuan metamorf berdasarkan proses pembentukannya dibedakan mejadi 3 yaitu metamorfisme termal (kontak), metamorfisme regional, dan metamorfisme dinamik. Metamorfosa termal adalah metamorfosa yang terjadi karena suatu batuan diintrusi (terobos) oleh magma sehingga akan mengubah komposisi mineral batuan sebelumnya. Zona metamorfisme ini disebut zona aureole. Contoh batuannya yang sering ditemukan di Indonesia yaitu Marmer (Marble) yang merupakan metamorf dari batu gamping. Marmer sendiri banyak digunakan untuk keramik lantai. Metamorfisme kedua disebut metamorfisme regional. Terjadi kombinasi antara suhu yang tinggi dan tekanan yang tinggi karena terjadinya di daerah subduksi atau daerah pembentukan pegunungan. Biasanya batuan metamorf tipe ini memiliki ciri khas yaitu berfoliasi. Foliasi adalah kondisi dimana terjadinya kesejajaran mineral penyusun batuan tersebut dikarenakan reorintasi oleh tekanan yang besar. Contoh batuannya adalah gneiss yang merupakan metamorfosa dari batuan beku granit. Tipe ketiga yaitu metamorfisme kataklastik, yaitu metamorfisme yang terjadi di zona patahan (dominan tekanan yang kuat). Contoh batuannya adalah milonitik pilonitik. Di Indonesia, semua tipe batuan metamorf bisa ditemukan, namun sangat susah untuk menemukan batuan metamorf di permukaan bumi. Di Indonesia, singkapan batuan metamorf yang bagus adalah di daerah Kebumen dan Bayat. Seperti yang diketahui, batuan metamorf sangat sulit dijumpai di permukaan bumi, kalaupun ada, kemungkinan berada disekitar intrusi batuan beku. Berikut diagram untuk indeks metamorfisme

Gambar 5. Indeks batuan metamorf
Batuan metamorf yang tersingkap di Bayat dan Kebumian mencirikan bahwa daerah tersebut telah mengalami deformasi tektonik yang sangat kuat. Buktinya, batuan metamorf yang notabene jauh dari permukaan, bisa tersingkap. Selain itu, pada daerah 2 lokasi ini, batuan sedimen, batuan beku, dan batuan metamorf hadir dalam satu lokus. Hal ini semakin menguatkan kalau daerah ini memang mengalami deformasi tektonik yang sangat kuat.
Batuan metamorf apabila terus menerus mengalami tekanan dan semakin dekat pada zona mantel bumi, batuan metamorf akan meleleh dan melebur menjadi magma. Ketika ada subduksi atau sesuatu seperti flume, maka magma ini akan naik ke permukaan bumi, dan membentuk batuan beku kembali. Batuan beku akan mengalami pelapukan, transportasi, pengendapan menjadi batuan sedimen. Batuan sedimen dan batuan beku apabila mengalami tekanan dan  atau suhu yang kuat akan berubah menjadi batuan metamorf. Begitulah berjalan terus-menerus yang kita kenal sebagai “Siklus Batuan”. Di Indonesia dikarenakan kondisi iklim tropis yang banyak hujan, sehingga pelapukan sangat efektif implikasinya batuan sedimenlah yang dominan yang ditemukan di Indonesia.