Oceanography, Meteorology, Geology
Jumat, 12 Oktober 2018
Senin, 04 Juni 2018
Selasa, 12 Januari 2016
Galauan Mahasiswa Semester Akhir
[Perhatian!!] tulisan ini tidak memperhatikan EYD dan tatabahasa serta format penulisan yang benar.
Banyak
banget topik oseanografi yang aku senangi, sayangnya cuma satu topik yg dijadikan
skripsi. Sebenarnya aku lebih suka ‘oceanography’ yang benar-benar oseanografi,
dibanding ‘coastal
oceanography’. Aku juga rencana mau lanjut s2, thesisnya juga
tentang ‘oceanography’. Kalau kerja, juga mau dibidang ‘ocean’nya‘oceanography’,
di instansi kayak p2o lipi (pusat penelitian oseanografi), litbang kp, bpol,
paling mau sih di p2o lipi. Maunya sih, skripsi tentang oceanography, bukan
coastal oceanography [maunya, nyatanya gak tahu].
Saking banyaknya yang
aku suka dari oseanografi, aku jadi orang yang paling tidak konsisten di Ose.
Lihat aja rencana fokus penelitianku berikut ini:
Jauh
sebelum kolokium (semester 5), aku suka topik tentang paleo-sea level. Trus pas sebelum
proposal kolokium [semester 6], aku mau topik paleo-oceanography, tentang
rekonstruksi suhu dan salinitas di perairan Indonesia pada berapa ribu tahun
kebelakang gitu [maklum, mantan calon anak geologi]. trus aku udah ngehubungi
batan, batannya merespon dan mereka juga ada penelitian tentang iklim gitu,
tapi mereka gak punya alat yg akurat. Batannya menyarankan untuk aku lebih ke
karang aja [lihat struktur apanya karang gitu, dengan alat apa gitu, gak paham]
kan aku cita-citanya jadi ‘ocean’ographer bukan marine scientist, jadi
gak mau ambil yang tentang karang itu. Trus tertariknya ganti jadi massa air.
massa air yang jadinya diseminarkan di kolokium. Rencananya sih kerjasama sama
bpol bali yang mengadakan Cruise di Selat Makassar, MITF (Monitoring Indonesian Throughflow). tapi gak keterima kerjasama
BPOL (Balai Pengamatan dan Obsevasi Laut) (maafkan kalau kepanjangannya salah),
keterimapun gak bisa juga, waktunya barengan sama kkl dan kkn. Trus panik
dikit, harus ganti judul, mikir lagi, mau tentang apa. trus aku mau ganti jadi ocean acidification
aja. pas kkl di BPOL bali, aku sampai nanya tentang ocean acidification.
Trus
awal masuk semester 7, ganti lagi. Aku juga tertarik tentang tidal bore (gelombang bono (pasang surut) yang di muara sungai
kampar, yang bisa untuk surfing,
banyak banget turis asing yang berselancar disini). Menarik banget sih ini, belum pernah diteliti
juga. Trus aku bisa sekalian penelitian sambil pulang kampung. Bahkan udah aku
hubungi abangku di rumah untuk ngehubungi temannya yang di DKP (Dinas Kelautan
dan Perikanan) Kabupaten Pelalawan untuk tanya-tanya mengenai data, alat, ada
gak pengukuran time series disana, atau kemungkinan kerja sama mungkin dan
lain-lain. Aku juga nanya sama dosen Osenografi paling Hitz, Pak Indra (yang waktu
itu masih di amerika). respon Pak Indra, beliau ngedukung banget. Menurut
beliau, sangat jarang penelitian tentang itu dan Thesis beliau, juga sedikit
berhubungan dengan apa yang aku lakukan. TAPI, Tidal bore rumitnya minta ampun.
Referensi yang indonesia, gak ada. Yang bahasa inggris, mereka bangun model
sendiri, pakai fortran, matlab. gak sanggup aku buat model sendiri, praktikum
metnum aja listingnya Cuma copas [jujur aja (gak usah sok munafik), kan emang
copas pas metnum], gmn mau bangun model tidal
bore? Kalau pakai software,
Ngolah nya pakai apa? gak tahu. Dapat penjelasan sih dikit dari MIKE 21, bisa
memodelkan tide hydraulic (hampir miriplah dengan tidal bore), tapi seting modelnya
gak tau, inputnya apa (batimetri, pasut, trus batimetrinya gak tau mereka punya
atau gak, masa harus bawa echosounder dari sini ke Riau trus merum disana),
initial conditionnya, syarat batas hulu, hilir, langkah waktu, dsj, boundary
batas lautnya gak tau dmn, soalnya tepat
di depan muaranya ada pulau, besar lagi, belajar pengolahan datanya ke siapa
gak tau, pak Bambang Triatmodjo mungkin. Data apa aja yang diambil di lapangan
juga gak pasti, debit sungai? Pasut (pasti), kecepatan tidal bore? Salinitas?
Trus muara sungainya menyeramkan lagi. Luas banget muaranya, di ukur di google
earth, lebarnya lebih dari 7 km, air coklat pekat, kedalaman dasarnya juga
besar, gak ada peradaban juga. Peselancar profesional dari Rip Curl aja pas
berselancar disitu, banyak yang luka-luka, cedera, ada yang dijahit telingnya
malahan, kaki juga. Unik sih unik tidal bore, tapi aku lihat ini lebih ke
hidrolika (lebih ke domain anak sipil dibanding anak ose). 2 bulan berjalan di
semester 7, Cuma mikirkan itu, sambil buat bab 1-3 untuk tidal. Gak ada
progress rasanya skripsi aku. Masih bingung tiap hari. Aku tahu kalau usaha aku
tiap hari gitu-gitu aja, hasilnya tiap hari pasti gitu-gitu aja. Tapi ntah knp
aku blm bisa berubah. Belum lagi pembimbing aku yang ganti [karena beliau
sekolah lagi]. Belum ngehadap kalab lagi.
Tapi
aku juga masih ngeharapin Massa air, meskipun udah dikecewakan. Trus aku coba
ikut penelitian bareng Dishidros (Dinas Hidro-Oseanografi) TNI-AL, mereka ada
penelitian di Selat Makassar Gitu. Proses-proses, akhirnya bisa dengan
dishidros. Tapi, selat Makassar penelitiannya masih tahun 2016. Mau lulus kapan
aku? Langsung panik lagi. Ada 2 opsi sebenarnya, tetap tentang massa air, tapi
lokasinya ganti selat Lombok atau aku ganti yang gampang ajalah, kayak gelombang laut gitu (deformasi, spektrum atau apalah itu, yang
penting penelitian (saking frustasinya)). Trus coba yang selat lombok dan
akhirnya bisa juga yang selat lombok.
Padahal
2.5 bulan di semester 7 gak ada buka lagi materi massa air [fokus nyari-nyari
tentang tidal bore], tapi yang jadi penelitian adalah massa air [bersyukur
banget, dari pada gak penlitian, atau ganti judul atau penelitiannya di
semester depan]. Kemudian pas udah ke lombok, mendapatkan data yg ada, eh malah
tertarik sama gelombang
internal dan atau gelombang kelvin
disana. sebenarnya kiblat penelitian massa airku itu orang lipi, tapi beliau
lagi s3 di prancis. dan aku mau coba p3sdlp (biar bisa dikaitkan gitu dengan
gelombang internal, atau apa yg bisa dikaitkanlah).
Masalahnya
gak sampai disitu aja. Aku yang ikut survey dishidros, mereka menggunakan CTD
dari AML (Applied Microstructure Ltd), sementara CTD yang biasa dipelajari dan
banyak di jurnal-jurnal itu dari SBE. SBE udah ada pengolahan standarnya [ada
softwarenya, SBE Processing], tapi AML aku gak tahu, apakah ada software kayak gitu. Data dari AML ini,
agak membingungkan bagiku. Nilainya terlalu bias, hasil yang telah aku olah,
tidak mirip sedikitpun dengan penelitian-penelitian sebelumnya ditempat yang
sama ataupun tempat berbeda yang identik. Dan masih bingung juga sampai
sekarang, gimana dengan data ini? gak mendukung untuk dibahas. Trus aku juga masih bingung sama data
sekunder untuk mendukung penelitianku. Seperti disebutkan diatas, aku suka gelombang internal,
udah cari-cari materinya juga. Coba-coba download data-data. Malah
bingung sendiri, saking banyaknya data dan materi yang di download. Coba
sercing juga pengolahannya gitu, pakai metode FFT (Fast Fourier Transform) ntar
dapat nilai spektrum energi densitas (di ose undip belum ada yang pakai ginian,
tapi di IPB udah biasa). Sebenarnya ada 2 sih opsi untuk data ini dijadikan
apa. Pertama aku hubungkan sama gelombang internal, trus kedua hubungkan sama Percampuran
Turbulen. Tapi kayaknya lebih
ke opsi 2, tapi gak sampai dapat nilai skal thorpe atau skala ozmidov atau
koefisien difusitasnya, cukup sampai dapat Brunt Vaisalla Frequency aja, trus
mungkin ditambahkan dengn arus geostrophiknya. Belum juga konsultasi ke
dosbing. Konsultasi, tapi beda pandangan juga dengan dosbing. Beliau mau begitu, tapi topikku gak ada hubungan sama itu. Terkadang gak nyambung juga antara penjelasan dosbing dengan apa yang sebenarnya aku maksud dari hasilku. Masih bingung sih, bingung aja terus. Ngisi kotak-kotak juga belum
[semester 8 rencana, pembimbing yang satunya juga belum ada, serba salah].
Ingin kembali ke
semester 1. Bisa baca buku dan jurnal apa aja, sesuka hati. Semester 7,
bacaanya yang berkaitan sama skripsi aja.
Aku hobby mengkoleksi
jurnal-jurnal. Jadi topik-topik ose diatas yang telah aku sebutkan, aku punya
banyak jurnalnya. Bukan cuma topik diatas, topik oseanografi lainnya juga
banyak. Ebooknya juga banya [kalau mau minta, boleh kok]. Bye
Rabu, 06 Mei 2015
Ekspedisi HMS Challenger: Kelahiran Oseanografi
Oseanografi sebagai
disiplin ilmu saintifik bermula pada 1872 melalui ekpedisi HMS Challenger. Pelayaran skala besar
pertama dengan tujuan mempelajari lautan untuk tujuan scientific. Pelayaran ini diawali oleh inisiatif seorang bilogist
yang berpengaruh pada waktu itu, Edwin Forbes pada pertengahan 1800-an yang
menyatakan bahwa kehidupan dibawah 550 meter tidak mungkin ada karena tingginya
tekanan dan tidak ada cahaya. Bisakah kehidupan hadir di laut dalam? Jika bisa,
bagaimana kondisi fisika dan kimia disana? Deposit sedimen di lantai samudera
bagaimana?
Pada 1871, Royal
Society of England merekombendasikan untuk dibiayainya ekspedisi untuk
mengetahui distribusi kehidupan di laut seta kondisi kimia dan fisika pada
kolom air dari permukaan hingga dasar laut. Selanjutnya gubernur Inggris setuju
untuk mensponsori ekspedisi ini dan pada 1872, sebuah kapal perang dimodifikasi
untuk mendukung penelitian saintifik dan diganti namanya menjadi HMS Challenger. Kapal ini berisikan staf
dari 6 scientis dibawah arahan Charles Wyville Thomson, professor sejarah alam
(natural history) pada Scotland’s
University of Edinburgh.
Dari waktu ke waktu
selama pelayaran, kapal ini mengukur temperatur dibawah laut dengan termometer
yang telah dikembangkan yang bisa bertahan dari tekanan pada kedalaman, dan
terhadap kondisi meteorologi. Sebagai tambahan, sampel air dan sedimen di dasar
laut juga dikumpulkan. Pengukuran lain meliputi penjaringan pada dasar perairan
mencari adanya kehidupan menggunakan jaring, mengumpulkan organisme di
permukaan, menentukan variasi temperatur terhadap kedalaman, mengumpulkan
sampel air laut dari beberapa kedalaman yang ditentukan, dan merekan arus
permukaan dan laut dalam.
Challenger
kembali pada May 1876, setelah berlayar menglilingi dunia hampir tiga setengah
tahun. Selama pelayaran yang menempuh 127.500 km, penelitinya menghasilkan 492 sounding (pemeruman) laut dalam,
mengambil sedimen dasar sebanyak 133 kali, menjaring pada laut terbuka 151
kali, 263 kali pembacaan temperatur air, dan mengumpulkan sampel air dari
kedalaman 1830 m. Dibutuhkan hampir 20 tahun untuk analisis data dan
mengkompilasi hasil ekspedisi menjadi 50 volume.
Pencapaian utama
pelayaran ini yaitu memverifikasi adanya kehidupan di semua kedalaman laut
(membuktikan bahwa Forbes salah), mengklasifikasikan 4717 spesies baru di laut,
mengukur kedalam laut sedalam 8185 m di palung Mariana, Pasifik bagian Barat,
mendemonstrasikan bahwa dasar samudra tidaklah datar tetapi memiliki reflief
yang signifikan, penelitian ini juga menemukan nodul mangan.
Penelitian awal bidang
oseanografi kimia juga telah dicapai pada ekspedisi ini. Analisis oleh William
Dittmar dari 77 sampel air laut menunjukkan bahwa lautan memiliki komposisi
kimia yang konstan. Tidak hanya rasio antara kekonstanan garam di permukaan
antara satu lautan dengan lautan lain, tetapi juga konstan terhadap kedalaman.
Hubungan ini adalah dasar dari hukum yang kita kenal sebagai Hukum constant proportion (komposisi tetap) atau Forchammer’s principle, yang
berkontribusi sangat besar untuk mengerti tentang salinitas lautan.
Gambar Jalur Ekspedisi Challenger dan Kapal HMS Challenger
Langganan:
Postingan (Atom)